Senin, 29 April 2019

Melodious Walk

Di lembah,
berjalan mengikuti jejak pengembara 
menuju tanah lapang penuh ilalang
remah dedaunan remuk berderak di tiap langkah
sepoi kesunyian mengiring
dengan petikan dawai kangen dan rindu jauh
dari pesan yang kutinggalkan padamu
di sekelebat perjumpaan yang bisa kau ingat 
segala sesuatu yang indah darimu
kubawa menyusuri tiap liku dan tanjakan
tak perlu kusebutkan
satu - persatu seperti picisan murahan
cukup kuhadirkan dalam peluk risau yang manis-pedih
ketersesatan yang menakutkan menghantui
hantu yang tak akan ada bila kau disini 
setelah tiap batu dan lelumpur rimbun semak,
Steps will still remember our walk
yang tak pernah serentak namun beriring

Pelan namun saling mengejar
hingga arah tak lagi bermakna
dan makna tak lagi butuh arti

Our melodious walk filled with over flowing
flowering dreamsand glimmering clouds of dim melancholic sky

a little part of our heavenly stepsfull
with lark sweet symphonies as we stared infatuation tone 
of brilliant sunset floating away into the air
with your scentfloating away into my heartas the leafs dancing in the wind..

Takaran

Dia memang tak secantik Zulaikha
Itu mengapa aku memilihnya
Karena aku pun bukanlah Yusuf yang elok sempurna 


Dia tak sebanding dengan Ratu Bilqis
Sama sekali tidak
Tapi itu mengapa aku mendambanya
Karena aku juga tak sekaya Raja Sulaiman 

Ah, dia bukan Shinta
Ku tak segagah Arjuna
Bukan pula Juliet
Sebab aku tak mau main pelet

Hatiku menakar
Menimbang
Mencari potongan rusuk yang hilang

Di bawah cakrawala kah dirimu? Tetaplah di situ
Biar kujemput dengan kuda putih
derapnya beriring kecipak buih

Atau sembunyi di balik senyap kah engkau? Terdengar desahmu sengau
Berselimut semak berduri
Perih tersamarkan mawar mewangi

Kau yang pandai membaca hati
Kau yang lihai menafsir arti
Kau yang terbiasa dengan letih
Kemari bisikkan namamu lirih

Ini bahuku
Entah sekuat apa
Yang pasti cukup kuat kau tumpahi air mata

Ini mataku
Yang tak sepicing pun akan terpejam
Saat malammu gundah merajam
Temanimu hingga kantuk mengucap salam 

Tak banyak pintaku
Cukup takaran itu
Isi tempat di mana seharusnya kau ada
Lengkapilah lubang di dalam dada 

Selasa, 16 April 2019

Untuk Sebuah Nama

Kau yang ku ambil atas nama tuhanku
Sejak saat itu hingga nanti waktu terus melaju
Tak ada keraguan dan sedikitpun beban
Mesti dalam sudut hatimu timbul kekhawatiran
Padamu ku selalu pulang sebelum ku berpulang
Berjuang bersama walau berada di tepi jurang
Langkah tak beraturan yang saat ini kita tempuh
Takkan membuatku lupa padamu ku berkeluh
Kubukan arjuna di barisan pandawa lima
Kuhanya manusia biasa penuh dengan alfa
Tetaplah ingatkanku selalu temaniku
Meski kadang caraku keliru dalam memahamimu
Aku tak pandai buat rima dalam irama
Tapi kuyakin Tuhan takdirkan kita bersama
Tak ada kebetulan dan ini satu pembetulan
Walau jalan terjal terkadang kita berbenturan
Kutulis ingat tangis saat kita bersama
Dalam keterbatasan kita tetap melangkah bersama
Tak mengalah pada waktu mesti rapuh mengayuh
Bersama kita lewati walau bercucur peluh
Kadang kita berpuasa untuk capai satu asa
Selalu bermufakat bergenggaman satu rasa
Hingga kita yakin akan temukan mercusuar
Yang akan terangi dengan sinar yang berpijar
Belajar saling fahami semua sisi
Dalam keterbatasan diri yang kadang tak kau mengerti
Mengarti dalam diam meski tanpa bahasa
Kutahu kita selalu bersandar pada jutaan doa
Selalu yakin di hati bahwa arti sebuah hebat
Adalah adanya kamu membuatku kuat
Bertubi halangan dengan beribu tamparan
Tak pernah kau jauh selalu ada bagai sebuah sandaran
Tak ada masa lalu bagi kita hanya masa depan
Langkah hari ini dan mimpi besar menjadi acuan
Lupakan, jangan jadikan itu cemas
Bagiku kau lebih berharga dari kilau emas
Aku selalu berusaha memberi yang terbaik
Walau harus kuakui aku bukan orang baik
Bermimpi setinggi langit, mengepal menentang awan
Demi sebuah masa depan bahagia kita dapatkan
Setiap saat kuselalu coba cari peluang
Kau selalu ingatkan hidup bukan hanya soal uang
Totalitas, loyalitas langkahku menembus batas
sampai tuntas takkan puas hingga sampai titik pantas
Bergegas, tak lelah terus kan ku kayuh
Bakar semangat melaju bagi angin puyuh
Bagiku hadirmu adalah serupa gemintang
Menuju masa depan berharap terang gemilang

Prosa Kopi Secawan

Angkat pena, satu persatu kisah yang kuingat
memori berjalan sampai detik ini masih melekat
saat separuh diri dan duniaku di kuasai hasrat
menebus putaran waktu diantara penat
Berangkat, bertumbuh meski dalam rapuh
berdiri diatas kaki lemah ajarkanku arti tangguh
dibawah langit luas saat lelah aku berteduh
aku patuh takkan luluh semangatku takkan runtuh
Dalam hidup semua kumulai dari belajar
kombinasi akal dan fikiranku berdiri sejajar
tak gentar, ditampar pilu yang berjajar
sejauh langkah kaki ku mencoba untuk mengejar
Kusadari kanan kiri pedang terhunus
tanpa kamus, rimaku takkan lumpuh bagai lupus
hidup memang misterius bagaikan deretan rumus
ku tak butuh standing aplouse dan kalian data bagai sensus

Ku tak butuh pengakuan dalam sebuah pentas
saat lika liku hidup perlahan mulai kutebas
mengeras, bergegas bagai kawanan hewan buas
lembar demi lembar kanvas, kan kuukir dengan kuas
Dan luas, hamparan laut telah kutiti
rimbunan belantara hutan telah kujelajahi
kini aku kembali disini aku berdiri
saat kau anggap kumati, dalam diam kuamati
cermati, sekecil apapun peluang
karena ku bukan pecundang, kumasih bisa berjuang
isi ruan, dimulus aspal dan berlubang
Kalian sesuka hati, bisa datang lalu pergi
hanya sedikit kawan dan keluarga semangati
buatku berbersar hati, tempaanpun kuselami
hingga tiba saatnya nanti, kubisa lemparkan bukti

Waktupun berlalu perlahan sinar berpijar
kuingati setiap rotasi saat aku terdampar
berbekal banyak restu, barisan doa jadi pandu
kasih keluarga dan kawan baik jadi candu
Kususun komposisi dan mulai bereksplorasi
hiraukan tatap sinis, buang semua caci maki
bangun rima dengan kenyal, tanpa harus ku mengkhayal
tanpa harus ku membual, membuat kalian terjungkal
Persetan dengan persepsi, juga seluruh asumsi
yang kubutuhkan esensi, bagaikan secawan kopi
lu kan tetap berjalan,takkan lelah kuberguru
walau jalanan berbatu, dari hilir sampai hulu
Kutetap empati dan kuhindari parang
beradu metafor pun ku tak berarti berperang
terimakasih penuh kasih untuk klian terkasih
dari hatiku yang bersih, aku yang pernah tersisih.

Bandung, April 2019