Sabtu, 12 September 2009

hikmah menjelang fajar

Ketika subuh masih menyulam mimpi.
Subuh yang dingin dengan ketenangan elok menentramkan jiwa
Sesekali ditingkahi bunyi pekikan kodok, tiupan angin lembut masih setia mengantar tidur jangkrik2 di luar sana.
Terkadang diikuti kokokan ayam jantan yang menandakan pagi akan segera datang.
Kembali kusulam selaksa kemurnian yang berpadu dengan kesabaran.
Kupeluk erat kedua kakiku dengan punggung bertumpu pada kursi empuk ruang tengah.
Denting jarum jam terus berlari dan seakan-akan berusaha menggapai pagi.
Tapi aku sama sekali ingin berlama-lama merajut mimpi2 dari keheningan subuh ini, dan aku sama sekali tak ingin beranjak.
Sudah ¼ jam berlalu dan aku masih terpaku di tempat duduk ini.
Aku bertanya “kesabaran, sampai kapan benihmu akan tetap bertahan?
Seindah-indahnya bunga mekar takkan pernah tumbuh , jika tidak dipupuk dengan tangan-tangan telaten penuh kesabaran sebelumnya.
Karena, bisa saja tangan itu menghancurkan serta merenggut nyawanya seketika dan bunga tak bisa berbuat apa-apa.
Dan andaikan bunga itu “aku” lalu siapakah tangan itu?
Aku seketika bergidik membayangkannya…
Aku berpikir, bisa saja dengan mudah Allah menjelma menjadi sosok tangan terhadap bunga itu, menghancurkan serta merta merenggut nyawanya.
Lalu apa daya ???
Aku tak pernah menafikan datangnya kematian itu.
Aku juga tak pernah ingin menafikan keberadaan Nya yang sewaktu2 bisa berbuat apa saja padaku yang hanya seorang makhluk tak berdaya yang pernah tercipta dariNya.
Dan apakah aku salah jika berusaha mengejar cintaNya, kasihNya, dan berharap tangan2Nya mempercantik diri ini, hingga mekar seperti bunga…
Apakah aku salah, teman?
Begitu banyak bunga yang mekar dan begitu banyak bunga yang masih tetap bertahan.
Karena Apa??
Karena tangan2 manusia selalu berharap bunga itu tumbuh dan tumbuh, memperlihatkan sosok yang cantik, indah dipandang mata.
Manusiapun tersenyum, ketika bunga2 yang selalu dirawatnya tersenyum kepadanya dengan tubuh yang telah kokoh dan indah.
Tapi alangkah bodohnya aku, aku dengan segala bekal yang dititipkanNya, sebenarnya mampu berbuat apa saja pada diriku sendiri
Aku bisa menggapai dunia dengan tangan anugerah dariNya.
Aku bisa menggapai apa yang kukehendaki dengan sedikit usaha dan Dia akan memudahkanNya selagi aku masih bergantung pada keyakinan akan kekuatanNya..
Dan aku juga bisa membawa diriku menyelami mimpi2 sekedar pemuas nafsu.
Aku bebas ingin membawa diriku kemana …
Dan setelah kutahu, bahwa kejahatan itu selalu menyakitkan…
Apakah aku akan tetap ingin memilihnya.
Dan setelah kusadari kebaikan itu melembutkan kalbu…
Tidakkah aku ingin menggapainya ?????

Kamis, 10 September 2009

sabar n tahan uji

SABAR dan TAHAN UJI


Diantara keindahan akhlak orang-orang islam adalah sabar dan tahan uji karena Allah. Kesabarana adalah menahan jiwa atas hal-hal yang tidak di sukai atau menanggung yang tidak disukai dengan rela dan pasrah.



Seorang muslim menahan jiwanya atas hal yang tidak dia sukai seperti, bersusah payah melaksanakan ibadah dan taat kepada Allah, berdisiplin dalam menjalankannya, menahan diri jangan sampai berbuat maksiat kepada Allah dan sama sekali enggan mendekatinya, meskipun secara naluri, nafsunya sangat menginginkannya.



Ia juga menahan jiwanya atas cobaan yang menimpanya, sehingga tidak membiarkan kesedihan dan kebencian datang mengganggu. Kata orang bijak, "Kesedihan atas hal yang telah berlalu adalah penyakit, sedangkan kesedihan atas hal yang sedang terjadi akan melemahkan akal". Dan benci kepada takdir adalah mencela Allah SWT.



Dalam kondisi demikian, seseorang meminta tolong dengan mengingat janji Allah berupa balasan yang amat baik atas berbagai ketaatan dan Allah menjanjikan pahala yang berlimpah serta ganjaran yang besar.



Ancaman Allah terhadap orang yang membenci-Nya dan berbuat maksiat kepada-Nya berupa adzab yang pedih dan hukuman yang keras. Kita harus yakin bahwa ketentuan takdir Allah pasti berlaku dan keputusan qadha' Allah adalah adil dan hukum-Nya pasti akan terlaksana, meskipun seorang hamba itu bersabar dan bersedih. Apabila bersabar, maka akan mendapat pahala, namun apabila berkeluh kesah maka akan mendapat dosa.

Berkomunikasi dengan Tuhan

Di zaman ini, mungkinkah kita masih bisa berkomunikasi dengan Tuhan?


Bukankah Nabi terakhir telah lama wafat, dan kitab suci terakhir telah

diturunkan lima belas abad yang lampau serta Tuhan telah menyatakan sempurnanya agama kita. Masihkah terjadi dialog antara hamba dengan Tuhan?



Neale Donald Walsch percaya akan hal itu. Walsch mengaku masih bisa

berdialog dengan Tuhan. Ia kemudian menuliskan hasil dialog dengan Tuhan itu dalam bukunya "Conversations with God: an uncommon dialogue", sebuah buku yang telah berulang kali dicetak ulang.



"Aku tidak berkomunikasi semata dengan kata. Bentuk komunikasi yang Kupilih lebih melalui "perasaan" (feeling). Perasaan adalah bahasa jiwa. Jika kamu ingin tahu apa yang benar tentang sesuatu, lihatlah bagaimana perasaanmu terhadap sesuatu itu.



Aku juga berkomunikasi lewat "pikiran" (thought). Pikiran dan perasaan tidaklah sama, meskipun keduanya dapat berlangsung pada saat yang sama. Dalam komunikasi lewat pikiran, Aku menggunakan media imajinasi dan gambaran. Karenanya, pikiran lebih efektif daripada menggunakan "kata" sebagai alat komunikasi.





Sebagai tambahan, Aku juga menggunakan kendaraan "pengalaman" sebagai media komunikasi. Dan akhirnya, ketika perasaan, pikiran dan pengalaman semuanya gagal, Aku menggunakan "kata-kata". Kata-kata adalah media komunikasi yang paling tidak efektif. Kata-kata lebih sering dikeliru tafsirkan dan disalahpahami. Dan mengapa itu terjadi? Karena demikianlah kata-kata itu. Mereka hanya simbol dan tanda. Kata-kata bukanlah kebenaran; juga bukan sesuatu yang hakiki." (Walsch:1997, h. 3-4)



Inilah "jawaban" Tuhan, ketika Walsch bertanya tentang cara Tuhan berkomunikasi dengan kita. Anda boleh tak setuju dengan pengakuan Walsch. Tak ada larangan kalau anda bersedia menggelari dia dengan "pendusta".



Tapi, buat saya, yang menarik adalah kutipan di atas. Bahkan seorang non-Muslim seperti Walsch pun percaya bahwa Tuhan masih berkomunikasi dengan kita. Sayang, terkadang kita lupa akan hal ini, bahwa Tuhan masih berkomunikasi dengan hamba-Nya.



Ketika Walsch --atau "Tuhan"-- menyebutkan perasaan, pikiran, pengalaman dan kata-kata sebagai bentuk komunikasi dari Tuhan, saya teringat, Syaikh Ibn Arabi yang mengatakan bahwa alam semesta merupakan bentuk tajalli dari Allah. Karena itu kemana saja kita arahkan pandangan mata kita, sebenarnya kita menangkap "tanda" Tuhan di sana.



Sayang, kita suka enggan berkomunikasi dengan Tuhan. Shalat pun menjadi berat. Beban kerja yang menumpuk menjadi alasan. Saat kita menzalimi saudara kita, kita sering lupa bahwa saudara kita masih bisa berkomunikasi dengan Tuhan dan mengadukan kelakuan kita. Ketika duka datang menerpa kita, kita lebih percaya untuk berkomunikasi dengan "orang pintar" dibanding kita adukan derita kita langsung kepada Tuhan. Alih-alih melihat "tanda" dari Tuhan, hambatan ekonomis malah menjadi pembenar ketika kita menerima uang yang bukan hak kita.



Anda boleh tak setuju bahwa buku Walsch merupakan hasil komunikasinya dengan Tuhan. Anda boleh tak setuju ketika Ibn Arabi mengaku "didiktekan" Malaikat ketika menulis Futuhat al-Makkiyah, namun tak ada salahnya saya mengutip lagi isi buku Walsch, ketika "Tuhan" berkata:



"Aku bicara kepada setiap orang. Pada setiap waktu. Masalahnya bukan kepada siapa Aku bicara, tetapi siapa yang mau mendengarkan?"

Lirik "aku dirimu"

song by : DUDHY
waktu berlalu musim silih berganti
kurasakan ada ruang hampa dalam hati
sepi disini,tanpa dirimu lagi
dimanakah kini,saat rindu selimuti
pecahkan karang keakuanku,,patahkan sayap keegoanmu,,,
bersama kita melangkah laju,,,karena yang kutahu,,,langkah kita tetap satu,,,
meskipun aku,itu pula dirimu
tersekat jarak,terpisahkan ruang waktu
tangis ceria,tawa dan airma
tatak mengubah hadirmu,serangkai bersama rindu...
aku takkanlah bisa jadi sempurna
kau dan aku manusia takkan luput dari alfa
timbul tenggelam,kita tetap bertahan
merona memadamkita kan tetap bertahan
rap,,do mi fa sol
yang terangkum dikepala
selimut waktu disaat dirimu ada
memecah kebuntuan hari putaran waktu
aku dirimu bersama menyulam rindu
belive me sobatkita kan sanggup mengukir
menari mata penaku tanpa harus berfikir
meski jarak berbatas waktu berbatas hari
yang pasti story kita terlukis di dalam hati