Sabtu, 29 Mei 2010

Catatan Hari Lahirku..

hari ini, ingin kusampaikan untaian kalimat pada orang-orang, yang telah banyak memberikan pelajaran, hikmah dan kisah bersama.juga ucapan milad di hari lahirku yang ke 28..

Kepada ibuku, terima kasih atas segala kasih sayang yang diberikan.dan maaf, atas kemampuan mendengar, bukan banyak memberi pertimbangan seperti yang kau minta. Manusia mempunyai dua telinga dan satu mulut, maka manusia mungkin seharusnya lebih banyak mendengar daripada berbicara. Ibu, kau yang lebih tahu sebenarnya. Bagaimana akhirnya kita bisa melihat titik cerah diantara kelabu ini semua...sekali lagi, maafkan anakmu.untuk bidadari kecilku Zalfa,,maafkan bila abi mu tiada sempurna,,

Kepada ayahku, entah bagaimana aku tuliskan ini untukmu. Aku pandang engkau adalah pahlawanku dulu dan sampai kapanpun. Sekarang dunia telah berubah. Terima kasih atas nasehat-nasehatnya, dan ternyata hidup bukan masalah perjalanan umur, tapi kematangan berpikir dan bertindak. Maaf jika kita akhirnya harus menunda saat-saat yang kau minta. Tuhan tolonglah, sampaikan sejuta salamku untuknya...

Keluaga besarku, harapan atas itu semua harus aku pikul. Mohon do’anya selalu. . Mari menanam kebaikan-kebaikan, demi tujuan yang lebih hakiki.

Guru-guruku, orang paling besar dalam membentuk diri ini. Memberikan pelajaran kehidupan dan optimisme. Tidak bisa semuanya dinilai dengan materi, terima kasih atas waktu dan ketulusannya.

Saudara-saudaraku, idealisme yang menjadikan dunia ini terang. Atas semangat dan ketulusan yang kau ajarkan, terima kasih. Dunia bukanlah hitam-putih semata, mari kita melihatnya dengan lebih dalam dan dekat yang telah Allah anugerahkan. Sehingga kecemerlangan-kecemerlangan itu hadir ditengah-tengah kita, hingga semua umat mengagungkan nama-NYA.

Sahabat-sahabatku, anugerah terindah yang pernah kumiliki. Betapa hidup tak ada suasana tanpa kalian. Terima kasih atas kepercayaan, jabat tangan dan senyum-senyumnya. Maaf atas kelakuan, sakit dan sedih yang kutinggalkan. Jangan malu untuk meminta, walaupun aku tak kuasa melakukannya. Namun, letakkanlah tanganmu diatas bahuku, biar terbagi beban itu. Esok hari kan kita jelang, dalam keteguhan hati menuju cita-cita.

Teman-teman di dunia nyata dan dunia maya, kebersamaan selama ini membuat banyak cerita. Dimanapun kita nantinya, ingatlah bahwa kita pernah membuat sebuah kisah klasik untuk masa depan. Jangan terlalu larut dengan masalah, tetaplah menjadi bintang di langit..meski apapun kita adanya nanti..

Seseorang yang mengajarkan berpikir positif, dan telah menghidupkan kerlip-kerlip hati. Mari kita ingat, manusia pada dasarnya adalah cerita bagi manusia lainnya. Sedari awal ingin kusampaikan, aku hanya manusia biasa, bukan seorang dewa. Ingin memberikan kasih dengan sederhana. Europe is world today, semoga rumah diatas gunung dibawah langit dimulai dari sana. Allah Maha Memberi Keputusan.

Hanya ini yang bisa kuberikan pada semuanya, tak kurang tak jua lebih. Saat angka bertambah dan jatah hidup berkurang, tak ada kebahagian terbesar selain mengetahui orang lain bahagia karena kita. Semoga masa depan terbentang lebih baik...

Untuk semua yang telah memberi warna di perjalanan waktuku,,aku ada karena kalian ada!!,,tetaplah menjadi selimut hariku,jangan pernah lelah memberikan input bagiku,,semoga mimpi kita semua akan berwujud pada saatnya kelak...

Untuk hujan,terik panas,bulan,matahari,air dan segala ciptaanNya yang senantiasa bertasbih..

Love u all...

Kamis, 20 Mei 2010

Sunda, Sebuah Pemahaman

Sebenernya ane bikin thread ini karena sedikit muak dengan thread2x yg mendiskreditkan suku Sunda...ok kita mulai.

Entah dari kapan suku Sunda hadir di muka bumi ini, hingga saat mengenai asal usulnya masih menjadi perdebatan. Orang Sunda sebetulnya bukan beragama hindu, agama suku Sunda asli adalah yang sekarang dikenal Sunda Wiwitan. Agama ini hanya mengenal 1 tuhan, itulah yang menyebabkan Islam dapat diterima dikalangan suku Sunda dengan mudahnya, karena dari awal suku Sunda hanya mengakui 1 tuhan.

Kerajaan Sunda yang terkenal adalah Pajajaran, ada juga Galuh, yang akhirnya bersatu dengan Pajajaran. Dan raja yang sangat terkenal adalah Siliwangi. Sering timbul pertanyaan, apa hebatnya Pajajaran, dan apa pula hebatnya Siliwangi, sehingga kebanyakan orang Sunda begitu mencintai beliau?! Bukankah Pajajaran hanya kerajaan kecil dibandingkan Majapahit?

Ya, wilayah Pajajaran adalah kerajaan kecil jika dibandingkan dengan Majapahit, namun fakta nya tidak pernah sekalipun kerajaan ini takluk oleh Majapahit, bahkan dalam peristiwa Bubat sekalipun. Nusantara yang di elu2xkan Majapahit adalah Indonesia minus Jawa Barat sekarang. Itulah mengapa, sebetulnya kata Nusantara di mata orang Sunda tak lebih dari bentuk penjajahan Majapahit, dan kami orang Sunda tidak pernah dijajah oleh siapapun. Jika ada yg berpendapat Pajajaran lemah, dan tidak diserang karena bersembunyi dibalik hubungan kekerabatan dengan raja pertama Majapahit, lalu bagaimana mungkin sebuah budaya yang lemah melahirkan kitab “Sanghyang Siksakandang Karesian”, sebuah strategi perang yang sudah digunakan sebelum abad 16, dan masih digunakan hingga saat ini. Silahkan lihat ini http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2716934

Sedangkan Siliwangi mengapa begitu dicintai, hanya 1 kata...”adil”, suatu saat..konon buyut dari Siliwangi yaitu Linggabuana yang gugur pada peristiwa Bubat, pernah ditawari untuk dipahatkan patung wajahnya, beliau menolak dengan alasan “bukan kebiasaan kami..raja Sunda tidak terbiasa mengagung-agungkan diri dengan pahatan2xan, biarlah nama dan apa yang kami kerjakan yang akan selalu di ingat oleh rakyat”...pemandangan yang jauh berbeda dengan musim pilkada saat ini.

Ada pertanyaan, mengapa kiprah orang Sunda di pemerintahan begitu kurang, alasan pertama adalah, umumnya orang Sunda tidak ambisius, kedua orang Sunda karena budaya ngahuma (berladang) kurang cocok dalam hal team work...eagle fly alone..kata dosen saya. Alasan ke tiga adalah “itu bohong” . Pernah ada seorang Sunda ahli hukum kelahiran Serang yang ketika Soekarno-Hatta ditahan Belanda, mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dan menjabat sebagai Perdana Mentri (setara dengan Presiden), untuk memberitahukan kepada dunia bahwa Republik Indonesia masih ada. Dia adalah Syafruddin Prawiranegara. Jadi, pernah bangsa ini dipimpin oleh orang Sunda, namun seperti orang Sunda pada umumnya, beliau tidak ambisius, atas usahanya, Belanda terpaksa melakukan perundingan dengan Indonesia. Perundingan Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda dan Soekarno-Hatta dibebaskan. Dan pada 14 Juli 1949, kemudian mandat PDRI dikembalikan kepada RI. Berbeda dengan Soekarno, Soeharto yang Jawa sentris menyembunyikan atau mengkecil-kecilkan fakta sejarah ini. Apakah sejarah harus ditulis ulang? Jawabannya adalah tidak. Seperti Linggabuana...orang Sunda akan selalu mengingat nama beliau dan mengingat jasa apa yang pernah beliau lakukan.

Mengenai Perempuan Sunda. Di Tatar Sunda sama seperti Melayu, perempuan bagaikan sumber kehidupan, bukan objek barang dagangan. Karena buku Haryoto Kunto, banyak orang berpikir bahwa dibalik kulit putih mulus perempuan Sunda mengalir darah keturunan eropa. Padahal catatan sejarah yang lebih tua menceritakan bagaimana jatuh cintanya Hayam Wuruk kepada putri Sunda Dyah Pitaloka. Jadi kalo ente tanya kenapa perempuan Sunda bening2x, ngga ada yg tau jawabannya. Soal sifat perempuan Sunda yang konon materialistis, gampangan, doyan dandan, itu hanya stereotype yang dibuat-buat. Kecantikan perempuan Sunda mungkin dianggap ancaman, sehingga perlu bumbu-bumbu untuk membuatnya menjadi manusiawi. Dan toh standar di tiap daerah berbeda-beda. Walaupun mungkin ada beberapa, bukankah selalu ada anomali? Soal gampangan, menurut ane adalah hasil imajinasi anak2x putra daerah yang merantau...ane punya temen orang *sensor*, yang berdasarkan stereotype orang Sunda adalah orang *sensor* Shaleh2x...yang ternyata pas kuliah di Bandung doyannya nyari pecun. Pertanyaan ane,
1.Apa berarti co *sensor* doyan jajan? Jelas tidak bukan?
2.Lha lu dateng ke Bandung nyari pecun...dapet nya ya pecun...apa berarti perempuan Sunda gampangan? Kenapa lu ga ke Bandung, ke pesantren Aa Gym, trus lu pacaran sama santri, ya lu dapet ce bener lah..

Soal Indramayu yang konon pemasok PSK se Indonesia, silahkan anda ke Indramayu, dan lihat. Secara kultural, budaya apakah di Indramayu???

Soal katanya perempuan Sunda kalo bangun tidur dandan dulu baru melayani suami...itu betul..dan sangat logis (bagi orang Sunda)...silahkan pilih:

Opsi 1: Istri anda bangun tidur iler kemana2x, rambut brantakan, masih belekan, langsung siapin sarapan.

Opsi 2: Perempuan Sunda bangun tidur cuci muka, nyisir rambut, bedakan tipis, sambil masih pake lingerie, trus nyiapin sarapan...arrrrrrr...tiasa atuh nuken in de kuken teh nya...

Ane sebagai co normal masih pilih opsi 2....maaf-maaf aja..

Jangan kaget kalo orang Sunda tidak segan-segan berbicara hal-hal berbau SARA, penghormatan orang Sunda pada seseorang adalah sejauh mana dia bisa memahami orang tersebut. Jadi kalo agan kuliah di Bandung terus ditanya misal: “kenapa orang Batak ngomongnya teriak2x?” jawablah sejelas2xnya, karena sebetulnya SARA tidak tabu bagi budaya Sunda. Pemahaman ini membuat orang Sunda tidak mudah terpancing oleh isu-isu rasial dan bagaimana Bandung menjadi multikultur. Makanya jujurnya ane kadang keganggu dengan beberapa sikap kaskuser kebanyakan yg dikit2x NO SARA, sementara buat ane yang suku Sunda as long as we keep talking and no one will die.

Ada beberapa suku yang umumnya, sekali lagi ingat..."umumnya" disukai orang Sunda, menurut pandangan ane yaitu:

1.Aceh, walaupun berjauhan, cerita mengenai seorang perempuan shaleh pemberani yang melawan Belanda, dan diasingkan di Sumedang, membuat ikatan imajiner di benak orang Sunda. Kehadiran Cut Nyak Dien di tatar Sunda memberi sudut pandang lain pada suku yang satu ini. Cut Nyak Dien adalah tokoh yang sangat di hormati orang Sunda. Itu mengapa gerakan DI/TII di Jawa Barat berafiliasi dengan DI/TII di Aceh. Dan banyak orang Sunda keberatan ketika DOM di aceh diberlakukan. Penilaian ane pribadi, logat melayu ce Aceh kalo ngomong seksi...

2.Minang, walaupun konon katanya sepelit paman Gober (saya yakin ini hanya stereotype negatif), stereotype orang Sunda mengenai suku Minang adalah “shaleh”, nilai penting yang membuat kehadiran orang dari suku Minang mudah diterima di tatar Sunda, dan memberikan rasa aman.

3.Batak, terutama marga Nasution..Karena kehadiran A.H. Nasution menjadi Pangdam Siliwangi di tatar Sunda, suku Batak termasuk dihormati. Sekali lagi dosa orde baru dalam menutupi sejarah. Sebetulnya melalui perjanjian Renville, pada masa itu banyak orang Sunda merasa dikhianati oleh pemerintah. Warga Jawa Barat menganggap pemerintah menyerahkan Jawa Barat kepada Belanda terlalu mudah sehingga melalui perjanjian itu Jawa Barat menjadi bagian dari Belanda. Ini pula yang menyebabkan Kartosuwiryo yang sebelumnya berjuang membela Republik, sakit hati dan berbalik mendirikan DI/TII.

Kakek ane bagian dari cerita Bandung lautan api, tadinya ane pikir orang tolol mana yang ngebakar rumahnya sendiri, namun ketika ane denger “lebih baik rumah saya rata dengan tanah daripada digunakan anjing-anjing Belanda”, lebih gilanya lagi 200.000 penduduk Bandung punya "ide gila" yang sama. jelas sebuah nilai NASIONALISME yang sulit dipahami oleh kita yang hidup nyaman pada saat ini. A.H. Nasution benar2x memahami arti dari kehormatan bagi orang Sunda, sehingga menyetujui keinginan warga Bandung untuk membumihanguskan kotanya sebelum diserahkan pada Belanda. Sayangnya sikap supir angkot 05 di Bandung yang kebanyakan orang Batak sering merusak image ini. Saat ini A.H. Nasution dijadikan nama sebuah jalan protokol di Bandung.

4.Bali, dikarenakan kesamaan kultural, nilai-nilai kehormatan, dan ketertarikan akan seni dan budaya. Seolah membuat ritme hidup kedua suku ini se irama.

Nah, dari yang ane sebut diatas, kalo ngga malu nih ya...jika ada dari 4 suku ini yang memiliki stereotype negatif tentang suku Sunda....well, kita tau siapa yang lebih baik bukan? siapa yang menyimpan kebencian, dan siapa yang berhati emas.

Soal suku Jawa...hmmm...peristiwa Bubat bagaimanapun merubah segalanya, sementara di Jawa Majapahit, Hayam Wuruk, dan Gajah Mada begitu dia agung2xkan, Hingga saat ini di Jawa Barat tidak ada nama jalan menggunakan nama Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Apakah orang Sunda pendendam? Oh tidak. Forgive but never forget...Sri Baduga atau disebut Siliwangi adalah raja yang arif dan bijak, beliau menilai Bubat sebagai cermin dari keserakahan dan harus dinilai proporsional. Beliau mengingatkan orang Sunda bahwa orang Jawa adalah saudara, orang Sunda tahu bahwa raja pertama pendiri Majapahit berasal dari Sunda. Itu kenapa orang Jawa tetap diterima di tatar Sunda. Bagaimanapun kita tidak bisa menutupi bahwa darah yang mengalir di tubuh kami adalah sama. Walaupun orangtua dulu dari kedua belah suku melarang anak2xnya saling menikah, tapi bagaikan benci tapi rindu mungkin ya...banyak sekali orang Sunda dan Jawa pada kenyataannya saling menikah dan beranak pinak.

Dalam konflik Sunda- Jawa, orang Sunda masih bisa lebih santai menanggapainya karena sebetulnya penyebab malapetaka ini, yaitu Gajah Mada bukanlah orang Jawa, namun dari sisi orang Jawa pada umumnya (ngga semua), entah mengapa sangat membenci suku Sunda, terbukti beberapa thread menunjukkan hal itu, dan nilai kesantunan Jawa yang cenderung tertutup mempersulit pemahaman kita soal itu. Kita banyak dengar bagaimana seorang anak asal daerah Jawa yang akan studi di Bandung, sebelumnya diwanti2x dan dikasi wejangan panjang lebar kali tinggi supaya tidak kecantol perempuan Sunda, dengan berbagai macam alasan yang dihiperbola dan kadang ga masuk akal. Sementara di Sunda tidak ada adat semacam itu.

Konon stereotype negatif tentang perempuan Sunda pun dikarang oleh orang Jawa, tp ane ngga percaya...tapi jika kebiasaan itu balik2xnya lagi ke peristiwa Bubat, bukankan sejarawan Jawa seringkali mengklaim peristiwa itu sebagai sebuah kemenangan...sehingga nama Gajah Mada layak dijadikan pahlawan dan dijadikan nama universitas....well walaupun bagaikan menonton film “300”- 200- perlengkapan perang mungkin..silahkan di Jawab...

Buat ane Jawa bagaikan saudara sedarah buat Sunda, banyak dari mereka orang2x terhormat dan berjiwa besar, namun selalu saja ane nemu orang Jawa yang Jawa sentris yang 11 – 12 kaya Suharto, nah yang bgini yang ganggu. Balik lagi ke sejarah yang di tutupi orde baru, setelah Bubat sebetulnya Jawa-Sunda pernah kembali melakukan konflik senjata di Solo, yaitu ketika peristiwa hijrahnya pasukan Siliwangi meninggalkan Jawa Barat karena perjanjian Renville. Ditengah dilema antara patuh dan setia pada Republik atau memberontak karena merasa dikhianati Republik yang menyerahkan Jawa Barat begitu saja, setibanya di Solo, bukan sambutan hangat dari saudara sebangsa yang diterima, Divisi IV Panembahan Senopati asal Solo malah mencemooh tentara Siliwangi sebagai “Tentara Kantong” yang selalu kalah perang dan mengungkit2x peristiwa Bubat yang terjadi pada abad 16. Dengan persenjataan lengkap, disiplin tinggi, dan seragam lengkap yang rapi dibanding divisi lainnya, Siliwangi yang ber akronim SLW diplesetkan sebagai Stoot Leger Wilhelmina (tentara penyerang Wilhelmina, ratu Belanda saat itu).
PKI melihat ini sebagai kesempatan, untuk memperpanas suasana PKI menculik dan membunuh pimpinan Divisi IV Panembahan Senopati , Kolonel Soetarto. Mudah di tebak, Divisi IV Panembahan Senopati menuduh Siliwangi adalah dalangnya, tidak tanggung-tanggung Divisi IV Panembahan Senopati terang2xan mengusir tentara Siliwangi dan kompi Siliwangi di stasiun KA Balapan Solo di serbu. Hal ini dijawab dengan mengalirnya seluruh pasukan Siliwangi di luar kota Solo sambil menyerang tiap pos Divisi IV Panembahan Senopati yang di jumpai. Hal ini membuat Jendral Sudirman merasa perlu turun tangan. Sudirman mendesak agar Siliwangi memenuhi tuntutan Divisi IV Panembahan Senopati, dan kembali ke Jawa Barat, namun Siliwangi menolak karena hal itu akan melanggar isi perjanjian Renville. Akhirnya Gatot Subroto yang saat itu masih berpangkat Kolonel mengeluarkan perintah penghentian baku tembak dan meminta komandan kesatuan yang bertikai untuk menyatakan kesetiaan pada Republik, jika tidak akan dianggap sebagai pemberontak. Akhirnya pertikaian dapat dihentikan.

Lihat lah betapa kita begitu mudah di adu domba...jika pertanyaannya apakah orang Sunda takut dan tunduk kepada orang Jawa, jangan sampai pertanyaan itu harus dijawab dengan memindahkan tragedi Sampit kepulau Jawa. Namun tanyalah sampai kapan dua saudara ini akan saling membenci dan mengendap2x dibelakang untuk saling menjatuhkan? Perubahan Indonesia selalu ada ditangan kaum muda!!!Perubahan ada ditangan kita Bung!!!kita harus berbeda karena itulah makna “BHINEKA”, namun jangan pernah lupa Republik ini berdiri karena kesatuan mimpi dan tujuan itu lah “IKA”!!!!BHINEKA TUNGGAL IKA bukan berarti komat kamit , teriak2x, mantra Suharto NO SARA bung!!!BHINEKA TUNGGAL IKA adalah saling memahami perbedaan diantara kita!!!! KEEP TALKING AND NO ONE WILL DIE!!!BUNGKAM berarti makar terhadap cita2x REFORMASI!!!!!!!

sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3596569

Selasa, 18 Mei 2010

Jelajah Bandung Zaman Baheula


Tangkubanparahu dari Kejauhan


Bila pagi hari cuaca cerah, di Utara Bandung tampak gunung Tangkubanparahu yang bentuknya seperti perahu yang terbalik.
Dari gunung ini banyak kejadian alam bisa diurut ke depan atau ke belakang hingga puluhan juta tahun yang lalu.
Di selatan gunung ini, terhampar luas permukiman penduduk kota Bandung. Dari waktu ke waktu, kota ini telah mencatat prestasi dan sanjungan, karena masyarakatnya yang datang dari seluruh pelosok nusantara dan dunia, bahu-membahu untuk mengembangkan kota ini dengan penuh rasa cinta.
Di kota Bandung segala ide digodog, dan gagasan dilahirkan dan dikembangkan. Maka lahirlah dari kota ini nama-nama besar dengan gagasan dan karya besarnya. Bandung telah membawa semangat yang luar biasa bagi warganya untuk terus berprestasi.
Bandung berada di kuali raksasa Cekungan Bandung, yang secara administratif termasuk provinsi Jawa Barat-Indonesia. Ke dalam cekungan ini mengalir sungai-sungai yang bersumber dari gunung-gunung yang berada di pinggiran kuali raksasa tersebut, lalu sungai itu berbelok mengalir ke arah Barat Laut, sesuai arah kemiringan wilayah ini.
Posisi geografis Cekungan Bandung berada 7o LS dan 107o BT. Dari posisinya itu Cekungan Bandung beriklim tropis lembab, dengan musim penghujan antara bulan Oktober – Mei, dan musim kemarau antara bulan Juni – September. Namun, ketinggian dapat juga mempengaruhi jumlah curah hujan. Demikian juga suhu di Cekungan Bandung ini berbeda, karena ada daerah-daerah di lereng gunung yang bersuhu lebih dingin. Namun, pada umumnya suhu rata-ratanya adalah 22,7o C.
Tanah vulkanis yang subur dengan air yang mengalir dari sember-sumber mata air (air seke/cinyusu), menyebabkan tanah-tanah di Cekungan Bandung didominasi oleh persawahan. Namun di daerah yang lebih tinggi, banyak ditanami sayuran, perkebunan teh, dan hutan produksi seperti tanaman pinus atau cemara.
Cekungan Bandung dikelilingi persawahan, kolam ikan, perbukitan, yang saat ini mulai terdesak permukiman penduduknya. Bahkan penduduk Bandung sudah mulai merayapi lereng-lereng tinggi untuk mendapatkan areal permukiman, yang seharusnya ditutupi pepohonan.
Permukiman di Cekungan Bandung berkembang sangat pesat karena daya tarik kota ini begitu kuatnya. Demikian juga permukiman di pinggiran Cekungan Bandung, seperti Rancaekek, Cicalengka, Margahayu, Soreang, Ciwidey, Banjaran, Ciparay, Majalaya, Cimahi, dan Padalarang.
Industri banyak didirikan di kota-kota pinggiran tersebut, sehingga telah membawa perubahan nyata baik bagi kehidupan penduduknya, atau pengaruh negatif bagi lingkungan hidup, seperti pencemaran yang kurang terkontrol, atau penggunaan air tanah untuk industri yang belum terawasi dengan baik. Karenanya jangan heran bila air tanah di Cekungan Bandung makin hari semakin dalam, dan permukaan tanahnya semakin lama semakin amblas.
Antar daerah yang tumbuh di pinggiran Cekungan Bandung itu sudah terhubung dengan jalan-jalan yang relatif baik, namun kadangkala pengaturan dan disiplin yang masih rendah, sering menimbulkan kesemrawutan yang mengesankan kumuh, jorok, dan kemacetan yang kronis.
Dengan kepadatan penduduk lebih dari 7.000 org/km2, kota ini merupakan salah satu tempat terpadat di dunia. Setiap tahunnya ratusan ribu mahasiswa dan pekerja datang ke kota ini untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi terbaik di nusantara, atau untuk mengadu nasib dan mencari penghidupan yang lebih baik.
Itulah kota Bandung, yang semakin padat, semakin berat beban yang harus ditanggungnya. Sungai Citarum yang dibendung menjadi Danau Saguling, juga telah memberikan andil yang nyata bagi banjir yang terjadi di Bandung Selatan, karena kecepatan air mengalir akan terhambat oleh bendungan tersebut. Inilah yang menyebabkan genangan banjir di Bandung Selatan akan semakin lama.
Sesekali waktu, cobalah naik ke tempat yang tinggi, ke gedung-gedung bertingkat, misalnya, dari sana kita dapat melepas pandang ke berbagai arah pinggiran Cekungan Bandung yang terdiri dari rangkaian gunung-gunung.
Bila pandangan kita lepaskan ke arah Utara, ada Gunung Burangrang, Gunung Sunda, Gunung Tangkubanparahu, Bukit Tunggul, dan Gunung Puteri. Sebelah timurnya ada Gunung Manglayang, di Selatannya terlihat Gunung Patuha, Gunung Tilu, Gunung Malabar, dan Gunung Mandalawangi. Di bagian Tengah ada rangkaian gunung yang berupa batuan interusif, dan di Barat dibentengi rangkaian bukit-bukit kapur Rajamandala. Bandung memang dilingkung gunung!
Bila waktu diputar mundur ke belakang sekitar 30-25 juta tahun yang lalu, ke zaman Tersier kala Miosen, maka akan terbukalah lembaran-lembaran sejarah bumi Bandung yang masih tersimpan baik dalam catatan-catatan alam di bebatuan dan berbagai bentukan alam di Cekungan Bandung.
Kala itu belum muncul pulau Jawa, karena daerah ini masih berupa lautan. Perbukitan kapur di Citatah-Rajamadala adalah salah satu buktinya. Terus terjadi proses pengangkatan kerak bumi, sehingga pantai Utara pulau Jawa berada pada titik Pangalengan. Di Selatan Pangalengan sekarang, muncul beberapa gunung api.
Kala Pliosen, sekitar 4 juta tahun yang lalu, terjadi kegiatan vulkanik di Selatan Cimahi, misalnya dibuktikan dengan adanya Gunung Selacau, Gunung Lagadar, dan lain-lain.
Baru pada zaman Kuarter kala Pleistosen sekitar 500 ribu tahun yang lalu, Gunungapi Sunda terbentuk. Gunungapi raksasa ini tingginya antara 3000-4000 m dari permukaan laut (dpl). Dengan gunungapi parasit di kiri kanannya, yaitu Gunung Burangrang dan Bukit Tunggul.
Pada kala ini pula Gunung Sunda meletus dahsyat hingga membentuk kawah yang sangat luas yang disebut kaldera.
Disusul terjadinya patahan Lembang yang melintang Timur-Barat sepanjang 22 km. Bagian utaranya relatif turun sedalam 450 m. Terutama di bagian Timur patahan, sementara bagian Selatannya relatif tetap pada posisinya.
Kemudian Gunung Tangkubanparahu lahir sekitar 125 ribu tahun yang lalu dari sisi Timur kaldera Gunung Sunda. Material letusannya sebagian mengisi Patahan Lembang, dan sebagian lagi mengalir ke arah Barat Bandung hingga mencapai daerah Cimahi Selatan.
Letusan berikutnya terjadi sekitar 55 ribu tahun yang lalu, material letusannya membanjir ke Selatan menutupi wilayah yang sangat luas, menutupi bagian Timur pematang tengah, yang berupa gunungapi tua dengan batuan andesit dan dasit.
Daerah antara Gunung Tangkubanparahu hingga Cimahi Selatan itu masih berupa hutan lebat dengan batang pohonnya yang besar-besar. Kemudian hutan lebat itu tertutup lahar gunungapi berbatu apung. Saat itu, di daerah Ciseupan-Cimahi Selatan, pada saat penduduk menggali pasir teras, ditemukan beberapa pohon besar yang bentuk pohonnya masih utuh, tapi sudah menjadi arang, terdapat di kedalaman pasir teras yang berwarna kebiru-biruan, dalamnya sekitar 50 m dari puncak bukit.
Material letusan Gunung Tangkubanparahu itu membendung Citarum purba di Utara Padalarang, menyebabkan terbentuknya Situ Hyang/Danau Bandung Purba. Proses penggenangannya berjalan sangat lama.
Saat itu Bandung sudah dihuni manusia, terbukti dengan banyaknya ditemukan artefak dari batu obsidian yang berupa mata anak panah, mata tombak di atas garis kontur ±725 m dpl. Penemuan terbanyak di sekitar Dagopakar. Konon, kata pakar bermula dari kata pakarang, yang dalam bahasa Sunda berarti perkakas.Pada masa prasejarah, daerah ini merupakan pusat pembuatan senjata dari obsidian/batu kaca/kendan, yang bahan bakunya diambil dari Gunung Kendan di sekitar Nagreg. Di daerah Dagopakar pun kemudian secara berkesinambungan menjadi pusat perbengkelan Bandung prasejarah setelah bahan lain selain batu mulai digunakan.
Pada saat Bandung menjadi danau yang sangat besar, dan air genangannya mulai bersentuhan dengan daerah perbukitan di sisi Barat, sejak itulah erosi mulai terjadi di perbukitan itu. Kejadiannya bersamaan antara proses penggenangan danau dan proses erosi. Untuk kedua proses itu memakan waktu yang sangat lama.
Akhirnya danau Bandung purba mendapat penglepasan pada saat air danau yang memasuki celah-celah pasiripis/hogback Pasir Kiara, seperti yang diteliti oleh Budi Brahmantyo dkk (2002), hingga akhirnya air Danau Bandung menyusut melalui Pasir Kiara.
Terowongan alami/sungai bawah tanah yang besar, terkenal dengan sebutan Sangiangtikoro, ternyata bukan tempat bobolnya air Danau Bandung Purba.
Terdapat perbedaan ketinggian yang mencolok antara Sangiangtikoro dengan Pasir Kiara sebagai bibir danau Bandung Purba. Budi Brahmantyo dkk. (2002) mencatat selisih antara 300-400 m dengan jarak antara 3-4 km. Argumen ini mencoba meluruskan pendapat lama yang sudah telanjur melekat bahwa Danau Bandung purba bobol di Sangiangtikoro.
Jauh sebelum itu sebenarnya K. Kusumadinata (1959) sudah mengisyaratkan bahwa bobolnya Danau Bandung purba itu melalui Pasir Larang, tapi sayangnya kurang mendapat tanggapan.
Erusi berikutnya dari Gunung Tangkubanparahu berupa lava yang mengalir perlahan di lembah-lembah, ke Selatan dan ke Utara. Ujung lava itu menjadi bagian dari air terjun setelah lembah itu dialiri sungai. Ujung lava yang mengalir ke Selatan kemudian membentuk air terjun : Curug Brugbrug, Curug Cimahi, Curug Panganten, Curug Omas, Curug Dago,dan ke Utara membentuk Curug Cijalu – Subang.
Kemudian terjadi lagi patahan di sekitar Gunung Burangrang dan di Utara Gunung Tangkubanparahu.
Masih dalam kala ini, terjadi rentetan letusan Gunung Tangkubanparahu dengan arah Barat-Timur, sehingga terbentuknya kawah Pangguyangan Badak, Kawah Ratu, Kawah Upas, Kawah Domas, dan kawah-kawah lainnya. Kejadian inilah sebenarnya yang telah membentuk Gunung Tangkubanparahu seperti perahu yang terbalik.
Sumber : BANDUNG PURBA, Catatan Perjalanan T. Bachtiar dan Dewi Syafriani, Masyarakat Geografi Indonesia.

Kamis, 13 Mei 2010

Ayeuna

Ayeuna

Jeujeur harupat tuluy ngipisan
indung suku tuturut peot
awak jadi budak
waragad teu walakaya

geuning teu di kawit teu di pungkas
kokojayan dina lantaran
sebrot hareudang hiliwir angin
ngalengkah numut sarangenge

los kaditu los kadieu
ngarenghap tuluy hah heh hoh
mmm, ngajerit diudag seuri
Nya ayeuna mah ayeuna...

Gerem

Gerem Sanajan dibekem
Masih bisa ngagerem
Gerem leuwih rosa
Batan heurasna carita
Sanajan ditemprang
ditengkas
kuda-kuda istiqomah
nanceb
dipaseuk alif mim kalimah syahadah
nu dijiadkeun kana embun-embunan
mangsa waruga, anyar
pinanggih jeung alam pawayangan
kakawasaan bisa nandasa raga
ngakaya jiwa
tapi mo bisa ngagunasika pikiran mardika:
rohna ngalalana, nyusupkeun
geter รข€“geter sungapan kamanusaan
kana
unggal sungsum
unggal renghapan
hiji ditandasa
mangyuta ganti
antri
ngeupeul peureup nembang durma
nyingraykeun kapetengan

Rabu, 12 Mei 2010

Puisi Perpisahan Murid

Bu,,,Pak..
Alam masih saja basah. Sepertinya puisi tak hendak
sampai ke tidur tak berigau ke jaga yang bara.
Api masih dipadamkan hujan.
Tak ada puisi bunga.
Selalu angin bawa awan hitam
di gantungan jemuran.
Masih saja basah..
Seolah menahan pilu hati terpisah..

Kapan kita akan bersajak lagi bu,,
Kapan kita akan berpuisi lagi pak,,
Seperti muda yang gagah
Seperti jelita dengan pesona
Seperti cinta dan asmara
Seperti wangi dari dupa

Mungkin pergiku adalah isyarat alam..
Takkan dewasa anak selamanya dikepit ketiak...
Kelak kami mengerti apa yang tak kami mengerti..
Bahwa jalan kami masih panjang..


Bu,,Pak..
Kami bangga pernah menjadi bagian dari kalian..
Maafkan segala khilaf yang pernah ada,,
Semoga kelak kita bersua kembali..
Di saat yang lebih baik..Amin..

Senin, 10 Mei 2010

Eunteung Katineung

inspired by mien ardiwinata




layung koneng namperkeun katineung

duriat geus mangsana manjangan, jungjunan

nyangsaya nyarandekeun hate

teu wasa, ngelemeng kasaput simpe

ngagerihan, muntang hariwang



didieu pisan, cihujan nyangkaruk dina lamunan

naha imutna bet teu raat-raat

rumingkang mawa napak tilas

mangsa dua rasa ngagalura

pirang-pirang kalangkangna

miripis mungkas tembang girimis



gulinggasahan, cuang cieung ngarasa keueung

nedunan katresna, ngagugulung kasono

kamemelangan…



layung koneng namperkeun katresna

namper wening jadi eunteung katineung

aya duriat nu manjangan, jungjunan

beueus rasa ku kumelip kiceup kaasih nu lawas

mugia manjang, mugia salawasna aya dina ridho Gusti

Selamat Hari Lahir Bintang Kecil-ku

Alhamdulillaaah..
Hari ini genap 4 tahun usia anakku, Zalfa Thufailah Erlanda

Semoga barokah dan bermanfaat usiamu yaa.. nak..
Semoga terpelihara senantiasa langkahmu..
Semoga jadi anak alimah sholehah..
Manfaat dunia akhirat..
Ahli harta ahli ilmu ahli surga..
Aameenn..

4 tahun yang lalu..

Menimang dia yang bayi mungil cantik..
3,1 kg dengan panjang 51 cm
Maha Suci ALLAH yang menciptakan anakku..
Sehat lengkap jasmani rohani..
Alhamdulillaaahh.. tak henti bertahmid padaNYA..

Kini, engkau mulai beranjak menuju fase bermainmu,,fase anak@.

Semoga ALLAH senantiasa menjaga dan melindungimu..
Sehingga engkau menjadi salah satu perhiasan dunia..
Wanita sholihah yang menyejukkan hati..
Dan kelak kau akan mengerti tentang semua yang terjadi..
Padamu serta ayah bundamu.


Dan kelak di hari akhir..
Semoga engkau menjadi bidadari penghuni surgawi..
Kekal abadi dengan iman yang terukir di hati..
Aameen.. aameen.. ya Rabbal Alaameen..
Semoga Abi mu ini dapat memberikan yang terbaik untukmu bidadari kecilku..

Sabtu, 08 Mei 2010

Mimpi Terindah Sebelum Mati

RAMADHANI, sekalipun sedang sekarat, aku masih ingat dengan ucapanku pada suatu kali. Di satuan waktu yang lain, berkali-kali kukatakan kelak aku akan lebih dulu pergi darimu. "Mati muda," kataku datar. Dan kau selalu saja mengunci mulutku dengan cara mencium bibirku. Memutus kata-kataku yang menurutmu tidak pantas. Hanya saja pada satu waktu, sebelum akhirnya kita harus berpisah untuk meluncur dihembuskan ke perut bumi, kau sempat menampar pipi kiriku ketika lagi-lagi aku mengulang kalimat tentang kematian itu. Tidak ada lagi ciuman seperti biasanya. Aku berpikir mungkin kau sudah tak bisa bersabar menghadapiku. Atau kau terlalu takut? Padahal aku sudah begitu sering bicara tentang daun yang bertuliskan namaku di ranting pohon itu. Bahwa dia, kataku, sedang menguning dan beranjak kering untuk kemudian bersegera gugur. Usianya sangat pendek, tidak akan sampai menyaingi usia kita di sana.

Tetapi kemudian kita bertemu lagi di tempat yang kita sebut kehidupan. Hanya saja situasi yang ada sangat berbeda. Kita masih seusia, tetapi tidak bisa dikatakan sebagai seorang yang dewasa. Bicara saja kita masih tidak tertata rapi. Ke sana kemari, khas bahasa anak-anak. Semua sangat berbeda dengan apa yang pernah kita lalui bersama di satuan waktu yang lampau. Sebelum kita berdua tertiupkan ke alam ini.

NAFASKU terpatah-patah. Aku merasa sangat lelah. Seperti seorang perempuan renta yang sedang menunggu masa tutup usia. Berjalan hanya dalam khayal yang sesungguhnya kedua kaki tak pernah melangkah kemana pun. Tapi aku memang belum tua. Meski juga tak bisa berlari-lari. Aku hanya terus berbaring dan berbaring. Sejak kepergian ayahku ke surga. Mataku masih menampung sekian banyak buliran bening yang belum mendapat giliran untuk tumpah. Aku terlanjur tertidur. Dan kini, aku bermimpi.

Ayahku berdiri dalam nuansa yang begitu lembut namun terkesan asing bagiku. Aku mencoba memanggilnya, tetapi suaraku tersumbat di tenggorokanku yang kering. Sudah lama sekali aku tidak minum air lewat mulutku. Hanya selang infus itu yang terus menembus tangan kananku selama ini. Ayahku begitu sunyi, seolah tak melihat kehadiranku di sini. Barangkali debur rindu di dadaku yang membuncah tak cukup keras untuk menjadi tanda keinginanku bertemu dengannya?

Aku melihat lagi gambaran ketika ayahku meninggalkanku dan ibuku. "Ayah harus ke luar negeri," kata ibuku padaku suatu malam.

"Untuk apa?" tanyaku.
"Untuk bekerja," sahut ayahku. "Ayah janji tidak akan pergi lama. Kau bisa menandai hari dengan terus mencoreti setiap penanggalan di kalender meja kerja ayah. Setiap hari. Dan tanpa kau sadari, ayah sudah akan kembali di sini."

Aku memasang wajah tak percaya, "Ayah janji?"
Ayahku mengangguk mantap. Ibuku tersenyum melihat tingkahku. Dan aku mengantarkannya ke bandara dengan berat hati.

Selanjutnya, aku disibukkan dengan mencoreti kalender milik ayahku. Tetapi ayahku pergi begitu lama. Sampai aku kelelahan menunggu dan mulai malas mencoreti kalender seperti yang pernah diminta ayah. Aku mulai menangis dan marah pada ibuku, juga semua orang. Tubuhku melemah karena aku selalu menolak makanan bahkan minuman. Aku enggan bicara, termasuk pada teman sepermainanku, Ramadhani. Sampai suatu hari ibuku mengatakan kalau ayahku tidak akan pulang lagi. "Ayah sudah terbang ke surga," katanya.

Sejak itu aku sangat membenci angka-angka. Aku benci penanggalan dan tidak mau melihat kalender terpajang di rumah. Aku benci menghitung sesuatu. Aku juga mulai suka melukai diriku sendiri. Hingga akhirnya aku jatuh sakit dan harus terbaring di rumah sakit yang bagiku baunya sangat tidak enak.

Bayangan ayahku dan nuansa lembut itu perlahan-lahan memudar. Aku mencari-cari dan menajamkan pandanganku, tetapi percuma. Di hadapanku, suasana berganti menjadi demikian putih dan rapat oleh kabut tebal yang mengeluarkan hawa dingin. Satu sosok laki-laki dewasa tampak berjalan menembus kabut menuju padaku. Tubuhnya jauh lebih tinggi dariku. Dia tersenyum dan menggandeng tanganku. Kulit tangannya terasa begitu halus di telapakku.

Sambil mengajakku untuk duduk, laki-laki itu bercerita tentang langit dan menyebut-nyebut surga. Aku teringat pada ayahku dan bertanya kepada laki-laki di sebelahku, "Apa ayahku ada di sana?"

"Benar," jawabnya.
"Di mana?"
"Di langit ke tujuh."
"Apa kita bisa ke sana?" tanyaku tak sabar.
"Kelak kita akan ke sana. Tapi, ada syaratnya."
"Apa syaratnya?" sahutku semangat.
"Kau terlebih dulu harus bisa menghitung jumlah langit itu. Kalau tidak, kau tidak akan bisa sampai ke tempat ayahmu. Karena kau akan tersesat."

"Kalau begitu lupakan! Aku tidak mau menghitung. Aku benci angka-angka!" aku berteriak.
"Di langit, kau juga bisa menghitung bintang-bintang."
"Aku tidak mau menghitung langit atau apa pun."
"Percayalah, kau akan menyukainya."
"Untuk apa aku menghitung bintang-bintang?"
"Mungkin di sana ayahmu juga sedang menghitung bintang-bintang."
"Benarkah?"

Laki-laki itu mengangguk. Aku memeluknya tanpa ragu-ragu. Suasana begitu hening mengurung kami berdua. Aku menyandarkan kepalaku ke dada laki-laki itu. Tidak ada suara apa pun di tempat ini, kecuali detak jantungku sendiri. Degup yang sudah cukup lama ini terasa sangat lemah. Aku menikmati detak jantungku yang menjelma nada indah tersendiri bagiku.

"Apa kita bisa menghitung suara ini?" kataku menunjuk bunyi jantungku.
"Ya, tentu. Hitunglah. Akan sangat menyenangkan kalau kita menghitung sesuatu yang kita sukai."
"Apa suara ini akan selalu berbunyi selamanya?"
"Tidak. Dia akan berhenti, kalau kau sudah mati."
"Mati? Pergi ke surga, seperti ayahku? Begitukah?"
"Ya."
"Kalau aku mati, apa aku bisa bertemu ayahku?"
"Tentu saja."
"Aku ingin sekali suara ini berhenti berbunyi," kataku pelan.
"Ibumu akan bersedih jika kau meninggalkannya," jawab laki-laki itu.

"Jangan beritahu ibuku kalau aku mati. Berjanjilah untuk diam. Seperti yang dilakukan ibu padaku dulu, ketika ayah meninggalkan kami."
"Bagaimana dengan temanmu, Ramadhani?"

Aku terhenyak. Ramadhani? Ah, aku melupakannya. Apa aku tega meninggalkannya begitu saja? Tapi…bukankah aku sudah mengatakan hal ini kepadanya dulu, di satuan waktu yang lain? Tentu dia akan mengerti.
Aku baru saja akan mengatakan pada laki-laki itu bahwa Ramadhani akan baik-baik saja jika harus kutinggalkan, tetapi dia telah lenyap dari pandanganku. Aku tidak lagi berada dalam pelukannya. Suasana yang putih berkabut kini berganti dengan taman yang sangat indah dan penuh bunga. Aroma wangi dari kelopak-kelopak yang bermekaran memenuhi tempat yang belum pernah sekalipun kutemui ini.
Saat itu, di kejauhan, aku kembali melihat sosok ayahku berdiri sendiri. Kali ini dia menatap ke arahku dan tersenyum. Aku membalas senyumannya dengan berjalan menujunya. Tetapi pandanganku mendadak mengabur. Aku berjalan terus sampai semuanya semakin tak terlihat olehku. Aku menghentikan langkahku dengan rasa kecewa.
Aku teringat pada teman kecilku. Ramadhani, kalau setelah ini aku harus pergi, maka semua yang kulihat barusan akan menjadi satu mimpi terindah sebelum matiku. Kataku dalam hati.

AKU lihat kau duduk di samping pembaringanku. Matamu teduh tetapi berkaca-kaca. Ruangan rumah sakit ini lebih tampak seperti kamar mayat. Dingin, sepi, dan jiwa-jiwa yang beku. Aku masih tertidur. Sesekali berteriak menyapamu, tetapi kau tak mendengarku. Mimpi yang kulihat masih tersisa dengan kaburnya. Kau takkan percaya, Ramadhani, aku bertemu ayahku dalam mimpiku.

Aku teringat dunia yang lain. Waktu kau, Ramadhani, menciumi bibirku ketika aku bicara tentang mati. Tapi kini kau tampak sedikit berbeda. Wajahmu terlihat sangat ketakutan seolah sedang menonton opera kematian. Dan, ah, Ramadhani, lihat! Ayahku datang lagi. Mimpiku jelas kembali. Dengan cepat aku menenggelamkan diri di gambaran mimpiku.

Di belakangku, ayahku merentangkan tangannya untukku. Dadaku penuh rasa rindu yang tak tertawar lagi. Dan…di arah yang berlawanan, "Hei, itu kau, Ramadhani. Kau juga di sini?" tanyaku. Tapi kau diam. Kaku. Tak lama kemudian kau memanggil namaku dengan sangat pelan. Nyaris tak terdengar olehku. Sebenarnya kau mau aku datang padamu atau tidak?

Aku tak bisa memilih. Antara ayahku dan kau, dalam mimpiku. Napasku sudah total terengah-engah. Ini melelahkan, Ramadhani. Tetapi juga menyenangkan. Pengalaman unik yang tak bisa sembarangan diceritakan. Aku yakin sekali ini jauh lebih menarik daripada menghitung langit atau bintang.

Kemudian semua terpastikan. Seseorang di atas kepalaku, menarik sesuatu dari tubuhku. Ada yang terlepas dengan begitu lekas. Sangat cepat, tetapi sempat membuatku tercekat.

Aku lupa semua mimpiku. Tiba-tiba ayahku sudah memelukku dengan eratnya. Sementara kau menangis di pelukan ibuku, di ujung pembaringanku. Dokter mencabut selang infusku. Aku berteriak untukmu, "Aku akan merindukan ciumanmu, Ramadhani." Tapi lagi-lagi kau tak dapat mendengarku, melainkan hanya terus menangis. ***

cerpen Maya Wulan