Kamis, 15 Oktober 2009

Kepada Surya

Surya,
Ada yang aneh kawan dengan panorama yang disuguhkan dunia.
saat waktu bertambah lelah.
Dan zaman telah renta.
Saat kau ajak aku menelusuri ruang kota ini.

Orang-orang sibuk membangun sebuah tembok.
Bukan tembok biasa.
Tersusun bukan dari bongkahan bata.
Tapi es!!
Ya!! Tembok es!!!

Surya,
Kau bisa melihat sendiri kan?
Bagaimana tembok-tembok itu berdiri dengan megahnya.
Kuat, tinggi dan menjulang.
Tapi es adalah pasangan abadi kata dingin.
Dan dingin adalah penyakit yang melinukan persendian, membuatku menggigil demam
Aku tak suka!!!

“Biar kucairkan es ini!! kuhancurkan temboknya untukmu.” Kau membusungkan dada.
Mencoba meniru gaya Superman atau Batman. Mencoba menjadi pahlawan.
Kau berusaha kuat untuk mencairkan tembok es itu.
Kau kerahkan semua energimu.
Tapi nihil!! Sia-sia!!!
Tembok es itu tak mencair sedikitpun.
Orang-orang tembok es pun bergeming malah mengirim senyum sinis.

“ini bukan es biasa!!” katamu pada akhirnya. Putus asa dan terengah lelah
“Lalu apa?” aku tak mengerti.
“Entahlah!”

Aku dan kaupun terbenam dalam lautan tanya.
Menerka..........
Mengira..........
“tembok apakah itu?”
Tapi jawaban seperti tak tahan bersembunyi di ketiak sunyi.
Ia tiba-tiba muncul pada papan yang terpancang pada muka tembok.
Papan itu bertuliskan,
“Keangkuhan diri”

Senin, 12 Oktober 2009

Tenanglah disana dik

Dik …
Sepenuhnya hatiku berwarna
Disaat nuansa jingga saat petang kita bersama
Menghabisi semilir detik kehidupan
Mengarungi samudera suka dan duka

Terlebih, dik, … terkasih …
Ketika pelitamu memberikan pijar di kegelapanku
Menuntun kemana arah mataku memandang
Hingga hindari setiap petaka yang datang

Terkadang, haru biru menghiasi pelangi hati,
Dan terkadang pula, merah membakar kecemburuan
Malah, tak lekang kabut menutup pelangi di hati ini
Tetapi … jemari hati cintamu membelai halus kisi hatiku

Jikalau saat ku kering dan haus
Mengembara di sahara tanpa setitik embun
Senyum sang bunga, selalu membiaskan kekeringan
Hingga lupa akan derita dalam penderitaan

Dik, …
Jagalah pelangi yang berwarna selalu untukku
Sampai akhir hayatku saat bersamamu
Karena aku tak suka matahari
Yang selalu panas menusuk di sanubari

Padamu, dik, di peraduan berbatu nisan
Pelangimu kian hidup dan terus menyala
Walau dirimu telah pergi jauh dan tak kembali
Menghadap sang pencipta ilahi robbi …

dedicated to AURA NABILA,,tenanglah disana,,,maafkan kakakmu ini bila tiada sering berkunjung ke pusaramu,,,tapi doa kami senantiasa terhulur untukmu,,,love u my sis!!!!